“Aris udah coba kirim-kirim CV tapi nggak ada panggilan nih..” ku mulai percakapan ku dengan Uda via chat.
“Nggak apa-apa. Ditunggu aja. Aku ada nih panggilan interview lusa,” jawab Uda.
“Waaahh.. semoga berhasil ya kak”.
Aku dan Uda sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan lain karena perusahaan tempat kami bekerja tidak memperbolehkan suami istri untuk tetap bekerja bersama (Iya, aku dan Uda sekantor andaikata kamu lupa. Hihihi..). Aku dan Uda sepakat bahwa nantinya ketika kami menikah, aku boleh bekerja. Kalaupun nantinya aku berubah pikiran dan ingin menjadi ibu rumah tangga saja, Uda juga mempersilahkan.
Sembari mencari-cari pekerjaan baru, aku dan Uda mulai mempersiapkan beberapa hal untuk acara pernikahan kami (ngetik ini eyke kok jadi malu ya boookk.. hahahaha.. ). Tidak mudah menyamakan pemahaman dua suku yang berbeda. Uda berasal dari suku Minang. Sedangkan aku dan keluargaku bersuku Jawa. Patriarki yang bertemu dengan matriarki. Selain itu, lokasi tempat tinggal kami sangat berbeda. Keluarga Uda tinggal di Pekanbaru. Sedangkan ayah ku di Malang. Sementara aku dan Uda memutuskan untuk menetap di Jakarta.
Alhamdulillah.. aku merasa beruntung karena Uda dan keluarga mau mengalah dan menerima kondisi keluargaku yang agak berbeda dari keluarga pada umumnya.
Ayah ku meminta untuk melakukan acara pernikahan di Malang dan beliau menyanggupi untuk membantu aneka persiapan di Malang. Aku dan Uda memutuskan untuk tidak merepotkan keluarga mengenai biaya atas acara pernikahan kami. Biarlah tabungan kami yang menutupi seluruh kebutuhan. Cukup tidaknya ya disesuaikan saja dengan budget dari tabungan.
Namun andaikata aku diizinkan menikah cukup di kantor KUA saja, aku akan sangat senang. Gratis. Tapi nyatanya tidak semua orang tua mau menerima karena beberapa pertimbangan.
Meskipun acara pernikahan dilakukan di Malang, aku dan Uda sepakat bersama dengan keluarga Uda akan mengadakan acara syukuran di Pekanbaru sebulan selepas acara di Malang.
Hari berganti begitu cepat bersamaan dengan saldo rekening yang terkuras. Ku pandangi koper ku yang telah masuk ke bagasi pesawat yang akan mengantarku ke Malang. Bismillah.. ya Rabb.. Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Oleh karenanya, mohon lancarkan hajat hamba untuk menikah. Tiada tempatku bersandar dan berharap selain kepada Engkau yang Maha Perkasa. Untuk rizki keluargaku yang Engkau titipkan melalui pekerjaan yang hamba lakukan selama ini, Ya Rabb Yang Maha Kaya, mohon dibukakan pintu lain karena dengan hamba menikah pekerjaan hamba sebelumnya sudah tidak bisa lagi menjadi salah satu pintu rizki. Amin